Penanganan kematian ibu telah dimulai semasa pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-19. Waktu itu
diakui bahwa kematian ibu merupakan masalah kesehatan yang mendesak dan
membutuhkan penanganan secepatnya dengan cara bertahap. Dukun sebagai penolong
persalinan secara biomedik tidak mempunyai pengetahuan dan bahkan membahayakan.
Mereka berasal dari keluarga dukun atau mendapat panggilan melalui mimpi,
kemudian membantu dukun yang lebih tua dan menambah pengalaman dari praktik. Dalam lingkungannya
dukun merupakan tenaga terpercaya dalam semua hal yang bersangkutan dengan
kesehatan reproduksi untuk ibu dan bayinya.
Pengertian
atau pemahaman bahwa kehamilan dan persalinan adalah nyawa taruhannya atau “roh
nyawa” (bahasa Jawa) menunjukkan masyarakat sadar kalau setiap persalinan
mengahadapi risiko atau bahaya yang dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan
bayi baru lahir. Peribahasa “sedia payung sebelum hujan” dengan pola pikir pencegahan
proaktif dan pengertian antisipasinya telah ada di masyarakat.
Tabel Pelayanan Kebidanan di
Indonesia
Tahun 1850
|
Didirikan Sekolah Bidan
Pribumi dengan tujuan untuk mengambil alih peran dukun beranak
|
Tahun 1873
|
Sekolah ditutup karena
masyarakat masih lebih memilih melahirkan dengan dukun
|
Tahun 1879
|
Sekolah bidan yang diasuh
oleh dokter militer dibuka kembali. Sejak itu sekolah bidan dan jumlah bidan
bertambah
|
Tahun 1902
|
Ilmu kebidanan mulai
diajarkan dan masuk ke dalam kurikulum Sekolah Dokter Jawa, yang dengan
pendidikan sederhana telah didirikan sebelumnya pada tahun 1815
|
Tahun 1937
|
Terdapat perubahan yaitu
desentralisasi penanganan kesehatan rakyat, penyerahan kepada pemerintah
provinsi, kabupaten kota, juga peningkatan atau pengembangan pelayanan
kebidanan.
|
Oleh :
Prawirohardjo, Sarwono.
2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT
Bina Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar